Selasa, 26 Juni 2012

JAROE, HARAPAN atau RINTANGAN?

Foto bersama penggagas lembaga JAROE
Tempo hari, 24 juni 2012 di KRAK society tak dapat dipungkiri bahwa puluhan seniman Rupa Aceh berkumpul karena satu ‘kemungkinan‘ yang pada dasarnya merupakan geliat kegelisahan yang terlalu lama bungkam. Hari itu beragam komunitas Rupa bahkan perupa individual yang terus berkarya visual -karena panggilan jiwa tak mungkin dielakkan- terlihat sangat antusias dalam pertemuan ini, kemudian sadar atau tidak, sengaja atau tidak, pertemuan ini kemudian disebut sebagai titik temu kepedulian terhadap kesenirupaan Aceh.

Betapa tidak waktu yang terlalu singkat ini menjadi tolak ukur kesenirupaan Aceh kedepan. Hal ini terekam dari ungkapan-ungkapan para perupa Aceh yang telah jenuh menjadi perupa yang ‘diompongkan’. Walau terkadang pernyataan keras mereka adalah ungkapan hati dan carut marut kekecewaan, namun itulah namanya kejujuran dalam mengekspresikan kegelisahan. Jujur saja, sebenarnya diam pun yang mereka lakukan sebenarnya jauh lebih banyak bicara daripada berbicara itu sendiri.


Lalu mengapa hari itu mereka meluangkan waktunya? Jawaban dari pertanyaan ini adalah karena didasari pada latar belakang yang tak jauh berbeda. Satu benang merah yang paling jelas yang saya tangkap sehingga jiwa perupa Aceh ini terpanggil adalah karena miskinnya apresiasi terhadap karya mereka (baca: mereka sendiri) meskipun ada persoalan-persoalan lain yang tak juga begitu mudah disepelekan, bisa saja semacam kecemburuan ataupun kekecewaan terhadap Dewan Kesenian yang memberi nilai lebih atas kegamangan yang mereka rasakan.

Secara pribadi, Saya sebagai penikmat seni rupa sebenarnya tidak terlalu mempermasalahkan persoalan-persoalan demikian. Tapi itu dulu! Namun belakangan saya mulai merasa terusik dan bahkan terpukul juga kadang-kadang terlalu sering ada niat untuk menjadi separatis keadilan kesenirupaan –kalau bisa disebut demikian-. Hal ini karena berawal dari bingkai pengalaman saya sendiri.

Perkenankan saya mencurah kisah dalam catatan singkat ini. Awal bulan Mei lalu, kebetulan menjelang Hari Pendidikan Nasional, saya bersama dengan teman-teman club desain grafis kampus KPI Ar-raniry akan merencanakan pameran desain grafis, kemudian menggandeng komunitas Fotografi untuk pameran bersama, dan mereka menanggapi positif. Layaknya sebuah kegiatan, tentu saja memiliki konsep dan tujuan yang mantap. Tapi setiap perjalanannya tidak selalu mudah, kami sama sekali tidak mendapatkan dukungan yang nyata dari akademisi, apapun itu, jangankan dana dorongan semangatpun tidak! Walau demikian, karena api telah melecut, jangan biarkan mereka padam, hingga sampai akhirnya mereka melakukan pameran dengan sederhana (baca: apa adanya) dengan acuan konsep yang terpaksa pula disederhanakan dalam konteks yang berubah  (sebenarnya berniat untuk pameran HARDIKNAS, karena persoalan tidak ada apresiasi maka berubah niat menjadi pemberontakan dengan cara pameran agar mereka tau kalau club ini tidak omong kosong!)

Setiap mekanisme pameran juga telah disiapkan sesuai dengan job description yang ditentukan tiap anggota club yang kemudian kami sebut sebagai tim penggerak. Salah satunya adalah mencoba melibatkan rekan-rekan media turut serta mempublikasikan acara sederhana ini, baik itu media cetak, online, radio bahkan televisi. Dan yang membuat paling sakit hati dan kesal mendalam adalah mereka (para dosen) mengambil bagian dalam upaya dan kerja keras ini sebagai bagian dari kinerja Kampus, mereka mengumbar kebohongan-kebohongan yang mereka ciptakan sendiri dibalik keringat dan jerih payah dan pengorbanan yang telah kami lakukan! Bukankah itu menjijikkan? Terkait pengalaman itulah saya tergerak untuk memperjuangkan ketidakadilan ini.

Kembali pada persoalaan pertemuan di KRAK society. Karena beberapa alasan diatas, Pertemuan ini semakin megarah pada pembentukan lembaga, karena telah muak dianaktirikan oleh Dewan Kesenian, maka lahirlah “JAROE = Jariangan Aneuk Rupa nanggrOE” yang menjadi pilihan tepat sebagai nama lembaga yang menaungi komunitas Perupa di Aceh. JAROE adalah Perserikatan, itu yang saya pahami.

JAROE menjadi penaung terhadap komunitas perupa atau perupa yang bergerak secara individual, baik itu Komikus, Pelukis, Kartunis, Ilustrator, Fotografer, Bomber, Desaine Grafis dan Pematung. Saya dari awal telah berpikir bahwa dengan perbedaan-perbedaan yang sangat kontras ini apakah sebenarnya kita mampu bertahan dalam naungan yang sama yang bernama JAROE ini?

Dari awal pula saya telah mengintip persoalan-persoalan yang sama tiap-tiap perupa begitupun juga saya, yaitu tentang aktualitas diri, bahwa sebenarnya kita hanya butuh diperhatikan karena merasa kita dikucilkan. Kita bagai bocah ingusan yang mencari perhatian ibu dengan menangis lalu bertingkah semaunya atau bagaikan rakyat yang harus menjadi militan perang yang memberontak terhadap pemerintahnya karena keacuhan dan ketidakadilan mereka dan dalam konteks ini kita kenal sebagai Dewan kesenian.

Dari situlah Saya melihat Fadhlan Bahktiar memanfaatkan kegelisahan yang telah menggumpal ini menjadi energi pemersatu, antusiasme yang tak harus dibendung oleh perupa kemudian mengukuhkannya hingga bersusah diri menyebabkan pertemuan ini. Llu kegelisahan ini meledak dengan teratur yang melahirkan JAROE.

Terus terang jauh sebelum itu, saya juga telah mewacanakan hal ini kepada Tauris Mustafa yang saya percaya mampu menampung kemelut yang sama. Menurutnya, perkumpulan seperti itu sangat baik. Bahkan harus! Hanya saja saya mendapat pernyataan yang paling prinsip atau bisa saya sebut nasihat hebat darinya. “Nasry punya keluarga sendiri (PANYOET) sementara Abang juga punya keluarga sendiri (Apotek Wareuna),... ” saya tau jelas makna yang diungkap dari pernyataan Tauris Mustafa. Dengan bebas –melihat konteks- saya dapat memaknai kalimat itu berarti bahwa, bagaimanapun kita telah berada dalam naungan yang sama yaitu JAROE, kita tak akan pernah bisa melebur menjadi satu. Karena kita adalah persatuan bukan kesatuan hingga tak dapat dibedakan.

Lebih dari itu sebenarnya, JAROE tidak memiliki wewenang apapun terhadap komunitas ataupun perupa didalamnya, namun sebaliknya, komunitas atau perupalah yang harus mewenangi JAROE agar terus hidup dan menghidupi perupa yang telah melahirkannya bahkan yang tidak. Dan itu hanya dapat dijawab oleh perjalanan waktu, karena sesungguhnya perbedaan dapat mempersatukan sehingga kita bertahan bahkan sebaliknya malah perbedaan yang memaksakan kita harus hengkang.

Selamat datang ke dunia, JAROE !!!

Rasnadi Nasry
KETUM PANYOET

Minggu, 24 Juni 2012

Hadis dalam Komik, '33 Pesan Nabi'

Hadist Nabi merupakan pedoman kedua umat Islam setelah Al-quran suci, dan tentu saja hadis-hadis tersebut juga dikumpulkan dan dijilid dalam bentuk buku. Berbicara soal buku atau kitab hadis Rasulullah SAW, mungkin kita akan mengarahkan pikiran kita pada kitab-kitab seperti kitab riwayat Nasa’i, Bukhari dan Muslim, Ahmad bin Hambal, dan lain-lain.

Satu sisi mungkin kitab-kitab tersebut Juga barangkali cukup sulit untuk dapat dimengerti jika tidak diteruskan dengan kitab-kitab syarah yang secara khusus menafsirkan isi dari hadist- hadis tersebut seperti Fatuhul Bhaari, Umathul Qari, kitab Nawaawi dan lain-lain. lalu bagaimana sesungguhnya hadis tersebut diterapkan dalam keseharian, atau bagaimana contoh-contoh kongkrit dari hadis tersebut seperti yang Rasulullah maksudkan?




Dunia perkomikan Indonesia kembali dibanggakan dengan hadirnya sebuah buku komik yang merupakan kumpulan komik strips seorang komikus yang menamai dirinya dengan vbi_djenggotten. Tidak seperti komik-komik biasanya yang bertema pahlawan, super hero dan keseharian kehidupan sosial juga tidak tanggung-tangung, buku komik tersebut berisi komik strip dari 33 hadis shahih riwayat Bukhari-Muslim.

Komik ini sebenarnya adalah semacam refleksi dari butir hadis didalamnya. Dikemas dalam sebuah narasi yang berbobot dan sangat mudah dipahami oleh kalangan usia berapapun. Disajikan dalam visual (gambar) sederhana yang sangat kreatif dan tentu dengan karakter khas sang komikus Vbi_djenggotten.

Karena di refleksikan dari hadis, komik ini sudah pasti sangat bijaksana dalam menyampaikan pesan-pesan dakwah yang terkandung dalam hadis. Contoh saja pada strips diawal buku yang berjudul “PUJIAN” diilustrasikan seorang anak yang dibonceng sepeda oleh ayahnya bertanya “Ayah… Tadi ibu guru bilang kita ga boleh memuji orang berlebihan, padahal kan memuji adalah perbuatan baik” tanya anak dengan polos lalu ayahnyapun menjawab “memuji? Ohh… iya… yang nggak boleh memuji secara berlebihan, kalo memuji secara wajar, itu tidak masalah.”

Sementara di tempat lain (panel lain) di sebuah pameran lukisan seorang gundul dengan semagatnya memuji pelukis lukisan tersebut “ benar-benar luar biasa, sangat luar biasa, ini sebuah master piece, baru kali ini saya melihat karya seni yang mampu mengekpresikan emosi secara detail seperti ini, anda benar- benar pelukis yang luar biasa, out of the box, mungkin dalam 100 tahun baru ada yang seperti anda” begitu pujian si gundul itu, padahal si gundul tidak mengerti apa makna lukisan tersebut, dia hanya berkata demikian hanya untuk tidak dikira udik (bodoh).


Dari pujian itulah ternyata sang pelukis menjadi sombong dan besar kepala, nah inilah yang kemudian menjadi lahan setan untuk bermain dan meyesatkan, diilustrasikan dengan makhluk bertanduk dengan ekspresi senang karena benih-benih kesombongan muncul. Sang pelukispun kian sombong juga tidak menerima kritikkan seorang yang tanpa diketahuinya ternyata seorang pelukis yang telah showcase di Paris. “karya anda luar biasa, tapi…” belum selesai pelukis yang sudah pameran di Paris tersebut bicara langsung di potong oleh pelukis yang sedang pameran. “maaf, dalam karya ini tidak ada tapi, hanya orang yang mengerti seni yang mengerti” jawabnya. tentu saja setan makin tertawa lebar. Padahal maksud pelukis yang pernah showcase itu adalah lukisan luar biasa itu memasang harga terlalu murah.

Komik strip ini merupakan manifestasi sebuah hadis yang berbunyi “Dari Abu Musa RA berkata: Nabi SAW mendengar seorang laki-laki memuji laki-laki lain, beliau bersabda: kamu membinasakannya dan memotong punggung orang itu' (HR.Bukhari)

Selain itu masih banyak strip lain yang tentu saja sarat makna dan tak terlepas dari kehidupan sehari-hari. Baik itu persoalan sosial seperti persoalan strata, budaya seperti kepercayaan kepada hal-hal yang bersifat takhayul bahkan politik sekalipun seperti saat-saat orasi politik.

Komik ini disajikan dalam buku yang memang cukup lebar, namun jangan khawatir walau dengan lebar dan jumlah halaman hingga 126 lembar ini terbilang ringan dan nyaman untuk dibawa.

33 Pesan Nabi. Jaga Mata, Jaga Terlinga, Jaga Mulut. Inilah judul komik yang kita bahas ini. Bisa dikatakan komik ini beraneka rasa. Karena narasi-narasi yang dituturkan oleh komikus pada setiap karakter komik begitu mengaduk-aduk sisi emosional pembacanya. Ada kejutan-kejutan kecil sederhana namun mempesona, ada sisi yang bisa membuat tertawa, kecewa, kagum, bangga, bahagia dan yang tanpa kita sadari bisa membuat air mata berlinang karena terharu.

Walau demikian ada beberapa gambar komik yang mungkin terabaikan oleh komikusnya. Salah seorang karakter yang klimis pada topik ‘pujian’ di panel terakhir tidak tergambar kakinya, juga di lembar berbeda pada topik pengemis ada satu balon teks yang kosong (tanpa percakapan verbal), sementara secara nonverbal pesan dari panel itu sebenarnya telah tersampaikan dalam benak pembaca dengan tanpa dibubuhi balon teks, namun dengan menampilkan balon teks yang kosong tersebut maka agak terganggu secara visual.

Secara keseluruhan komik ini sangat bagus dimiliki siapapun. Gambar memikat dengan penepatan tepat ditambah dengan komposisi tonal warna hitam putih yang memberikan nuansa jelas pada setiap panelnya. Juga kisah-kisah inspiratif penyiram Qalbu dalam setiap narasinya. Sebuah inovasi dakwah yang kreatif dengan media komik yang pasti telah begitu akrab bagi kalangan pembaca di Indonesia. Komik ini benar-benar membuat kita merenungi dan belajar kembali etika dan estetika kehidupan bermasyarakat yang sudah digariskan tuhan serta tentu saja yang disabdakan oleh Rasulullah SAW.


Judul Buku : 33 Pesan Nabi Jaga Mata, Jaga Terlinga, Jaga Mulut.
Pengarang : vbi_djenggoten
Penerbit : Ufuk Publising House
Terbit : Mei 2011
Harga : Rp 27.000
Tebal : II+126 halaman
Resensi oleh Rasnadi Nasry 
KETUM PANYOET

Minggu, 17 Juni 2012

Warna dalam Tiap Jejak

Salam Panyoetista. 

Di entri kali ini kita punya banyak stok warna yang digoreskan oleh malaikat-malaikat kecil dalam lomba mewarnai dan menggambar.

Acara ini tersaji dengan tema "Aceh Menulis" oleh FLP (Forum Lingkar Pena) Aceh yang berlangsung selama dua hari, 16-17 Juni 2012. Bersama FLP Aceh, Club Comic Panyoet Aceh  digandeng dalam agenda lomba mewarnai dan menggambar sebagai juri. 

Wow! Coba lihat gambar backdrop ini. Sungguh diluar dugaan Cpas! Ternyata benar hasil desain Rasnadi Nasry. Paduan warna yang elegan dengan dua bocah muslim dan muslimah di sudutnya semakin menyemarakkan acara Aceh Menulis.



BackDrop "Aceh Menulis" By Rasnadi Nasry
Bisa dimulai sekarang?




Nuril Annisa Mengarahkan 

Peserta lomba mewarnai masing-masing menerima selembar gambar polos karya Rasnadi Nasri yang kemudian akan mereka warnai dengan pinsil cat atau crayon. Selamat mewarnai!

Lomba dimulai!


Saya mau mewarnai, Kak!

Tetap fokus
Mewarnai dengan jeli



Pilih warna apa dulu yaah?



Sambil ngawas, foto-foto: Isni, Nasri, Amy

Mengawasi malaikat kecil ini rasanya asem asin manis, katanya sih semacam permen n*no rasanya. Ahahaha... Bayangin aja mereka ada yang berusia tiga tahun lari-lari, celingak-celinguk punya teman. Haduuuh! Mereka terlalu aktif bikin para panitia gemes. 
Ada pula bocah tiba-tiba bangun dari meja lipatnya mutar-mutar ruangan. Ketika Isni tanyai, 'Kenapa Dek?'
'Pipis kaak pipiiiiis'
Adubraaaaaaaaaak!

Alhamdulillah nggak ada yang minta beol. Haduh haduh. #geleng-geleng kepala bayanginnya

Kami punya satu gambar favorit dari sekian pemandangan di ruang mewarnai. Romantis sekali bukan? Ibu menyuapi makanan dan Ayah mengajari malaikat kecilnya mewarnai. Bisik-bisik panitiapun terdengar, 'Wow! Romantis sekali! So Sweet...'

Wow! So sweet... 


BERFOTO BERSAMA

Di sela-sela menanti 2 jam waktu mewarnai berlalu, panitia berhasil curi-curi waktu untuk menggambar.

Curi-curi waktu untuk menggambar
Sambil nungguin peserta lomba kumpul gambar, hajar gambar sendiri dulu. Haha...
Sesuai dengan syarat menjadi pemenang. Maka dewan juri: Cpas, Nasry, dan Tauris Mustafa berhasil mengeliminasi beberapa gambar yang lolos.

Punyaku ada nggak ya?

Keesokan harinya, Mingggu 17 Juni 2012 adalah hari pengumuman lomba. Dag dig dug jantung peserta seperti permainan orkestra. 

Dan pemenangnya adalah....

Pemenang lomba mewarnai "Aceh Menulis" FLP Aceh-PIPEBI-IWABA: Tingkat SD: Dina Aqila (SDN 1) Opal Duana (MIN Tungkop) M.Maula Rafi (SDN 2); Tingkat TK: Syakila Delina Hadisty (TKIT Al-Abrar) Angelica L (TK Methodist) Westindo (TK Methodist).

Pemenang lomba menggambar "Aceh Menulis" FLP Aceh-PIPEBI-IWABA: Nur Rizka (MIN Tungkop) Eva Susanti (SDN 33) Asyqar Zahran M (SDIT Al Azhar) M. Tsani Qastari (SDN 16) Alfi Syahrin (SDN 33) Suci Fildzati (SDN 67).

Hore! Adek dapat juara, Mak!

Selamat buat pemenangnya, jangan puas dengan kemenangan hari ini karena teman-teman lainnya sedang merebut prestasimu. Bakatnya terus di asah ya, Dek... 
^0^
Bagi adik-adik yang belum menjadi pemenang, percayalah kalian adalah pemenang hati ibu dan ayah. Suatu saat, pasti bisa menjadi seperti mereka. Terus berlatih ya, Dek...

Sampai jumpa di cerita Panyoetista selanjutnya. 
Sssstt... tunggu gebrakan kami selanjutnya. 

Daddaaaah....

Minggu, 10 Juni 2012

Pameran Ditutup, Panyoetista Tidak Terkurung

Pameran lukisan di Musium Tsunami Aceh


Halo Panyoetista...

Akhir pekan kami kali ini adalah mengunjungi pameran lukisan karya pelukis Aceh, Pratitou Arafat. Mendengar namanya dan memastikan rupa aslinya, sungguh tak disangka kalau ternyata ia benar berdarah Aceh. Ooops... ^0^
Ia kerap di sapa Titoe, lahir di Banda Aceh, 20 November 1988.
Setelah sepekan penuh pameran lukisan Titoe digelar di lantai tiga Musium Tsunami Aceh, akhirnya kami dari Club Comic Panyoet Aceh berhasil menyamakan jadwal terbang yang padat untuk sama-sama berkunjung dan tentu tak lupa merekam jejak dengan gambar.

 Cekidot!!


Tebak! Yang mana Titoe? Ckck, yang cowok paling putih. XD

Kede kupie (warung kopi)
Pameran tunggal ini adalah yang pertama dilakukan oleh Titou untuk memamerkan karya-karyanya tentang kebudayaan Aceh kepada masyarakat umum.

Kalau kata Pak Ketua Panyoet Rasnadi Nasry, 'Gilaaak, keren li nihc! Kita harus buat yang kayak gini juga. Harus! Haha...'

Semoga aja agenda pameran di Musium Tsunami Aceh oleh Club Comic Panyoet Aceh bener-bener tercapai. ^0^

Beberapa gambar yang bisa kami tempel di sini;

Lukisan Pastel Pratitou Arafat


Ragam Pakaian Adat Aceh dalam Lukisan Pastel Pratitou  Arafat




 














Saleum    Panyeoetista   beuh. :)    

Jumat, 08 Juni 2012

PANYOET di Hari Anti Tembakau

Eksibishi sebelum pameran

Nggosip

Dovie Eksibishi

CPAS Eksibishi

Dovie Eksibishi

AMY & CPAS

Karya Amy & CPAS

Emm.. ioni apa yaa??
AMY ngejelasin makna gambar 

Siapa yang baju kuning kecil ini?

Semakin mencurigakan si baju kuning ini.


Salam...

31 Mei lalu adalah hari Anti Tembakau sedunia kan? Nah kebetulan Panyoet juga turut memperingati hari tersebut di HABA CAFE Lamprit dalam Acara "Malam Peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia". Namun karena kondisi hari, kemudian malam peringatan ini dilaksanakan pada tanggal 1 juni 2012. Seperti temanya malam anti tembakau, ini tentu saja mengarah pada anti rokok. Maka setiap pengunjung di cafe tersebut dilarang merokok dalam situasi apapun. Kasihan yaa... ^_^

Acara ini di hadiri oleh wakil Walikota Banda Aceh Ibu Illiza Saaudin Jamal dan beberapa ahli medis yang mendemonstrasikan betapa berbahayanya rokok. Selain itu ternyata juga dihadiri oleh LSM Asing dari Amerika yang turut menyaksikan penampilan di malam itu.

Beberapa komunitas seperti komunitas Model, Teater, Break Dance, Beat Box, Hip Hop dan lain-lain menjadi pendukung dalam acara ini, tentu saja mereka menampilkan performa yang sesuai dengan skil yang mereka miliki.
 
Panyoet sebagai komunitas Komik turut memeriahkan acara malam Sabtu ini dengan performe coret-coret di kertas plano, yang dilangsungkan oleh Dovie Sufrizal, Maryami, CPAS, Syukran Jazila dan Saya sendiri Rasnadi Nasry.

Terus berkarya Panyoetista. ^_^

Salam

Ketum KK PANYOET ACEH

LOGO PANYOET diantara Sound System
List Komunitas Di posisi Pertama "PANYOET COMMUNITY"


New Logo *KK Panyoet Aceh

Panyoet Community Logo
Hai Panyoetista...

Ini Logo Panyoet dalam bentuk *png dalam ukuran besar, mengingat kerusakan Disk yang menyimpan File logo panyoet yang telah karam. Saya berusaha menciptakan replika logo dengan tidak mengubah subtansi ideologis dan filosofinya. Hanya saja pada label "Komunitas Panyoet Aceh" saya buat lebih dinamis mengikuti outline dari balon teks. Hal ini Saya lakukan Agar sedapat mungkin untuk tidak memakan ruang ketika apabila ada pihak yang menawarkan kerja sama dengan Panyoet yang mengharuskan penempatan label dalam dokumentasi mereka, baik proposal maupun media publiksi lainnya.

Semoga berkenan.
 ^_^

Terus Berkarya Terus Berjaya


Tabik...

Wah, sudah lama ya rasanya tidak menyapa teman-teman Panyoetista yang selalu semangat untuk terus menjadi lebih baik. Baik dalam berkarya, baik dalam bersahabat dan tentu saja baik dalam berbagi. Eemm, kali ini saya mau berbagi cerita gembira nih buat teman-teman agar makin semangat.

Rasnadi Nasry  Asik menggambar komik Strip
Nah, teman-teman tau PEKSIMIDA kan? Yak, Pekan Seni Mahasiswa Daerah! Tempo hari 31 Mei 2012, saya bersama dengan ratusan mahasiswa Aceh turut dalam Acara itu, tentu saja sebagai peserta lomba. PEKSIMIDA kali ini diikuti oleh 13 Perguruan tinggi di Aceh dan dilaksanakan di Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Oh iya... dari sekian banyak tangkai lomba, saya mewakili IAIN Ar-Raniry memilih tangkai lomba Komik Strip Sementara Cut Putri Ayasofia Memilih lomba Lukis.

Terus terang saya tidak cukup percaya diri untuk mengikuti lomba itu, tapi saya mencoba untuk, yaa  setidaknya jangan menyerah sebelum bertanding. Sama sekali saya belum pernah mengikuti lomba komik kecuali lomba kartun dan karikatur.

Aih, akhirnya tiba saat yang dinanti setelah opening di ruang utama AAC Dayan Dawood. Setiap Para peserta lomba telah disediakan lokasi perlombaan sesuai katagori lomba. Kebetulan saya dan Cut putri Ayasofia serta RA karamullah yang memilih lomba desain grafis menepati ruang yang sama. Lobi depan AAC Dayan Dawood.

Sebelum mulai bertanding, kami  diberi pengarahan tentang bangaimana kriteria penilaian yang disampaikan oleh dewan juri. Lomba yang seharusnya dimulai pukul 09.00 molor hingga 10.00 WIB. Ini karena opening yang memakan cukup banyak waktu. 


Dan Lomba pun dimulai.

Saya sama sakali belum mempersiapkan media gambar berupa kertas manila berukuran 60 cm x 40 cm namun masih dalam ukuran standar yang 2,5 kali lebih besar. Sementara rival saya telah mulai menggoreskan pensilnya. 1 jam pertama saya bahkan tidak melakukan hal apapun terhadap kertas manila yang saya miliki. Saya tidak cukup ide atau gagasan yang saya pikir bagus sabagai gambaran dari tema “parodi kekuasaan”. Lalu 1 jam itu saya gunakan untuk membeli beberapa makanan kecil dan minuman yang setidaknya bisa saya dan Cut putri Ayasofia nikmati dalam bertanding.
Cut Putri Ayasofia *CPAS membersihkan Peralatan Tempur

Sementara itu CPAS sudah mulai dengan sketsa lukisan yang menurutnya adalah lukisan pertama baginya, saya justru hanya mondar-mandir dan menyaksikan pertunjukan lukis mereka, sambil sesekali curi-curi pandang. Sesekali saya menghampiri RA karamullah yang asik dengan desainnya, kebetulan dia membawa sebungkus kopi, lalu saya sedikit meminta bagian dan menikmati kopi tersebut bersamanya dengan roti yang saya beli tadi. Tentu saja kami menikmatinya dengan ala warung kopi.

Saya juga sempat melihat aksi rival tanding Komik strip, saya mencoba mengakrabkan diri dengan mereka yang kemudian saya kenal. Diah dari STAIN Pante kulu Langsa dan Arul dari Tuan rumah Universitas Syiah Kuala. Melihat proses gambar mereka sudah mencapai separuh Saya kemudian bergegas menuju meja gambar dan terus berpacu agar tidak menghabiskan 4 jam yang disediakan. Hingga saya menjadi peserta lomba komik strip yang terakhir menyelesaikan komik, karena saya selalu mondar-mandir.

­­­Cut Putri juga asik dengan Lukisannya yang bertema ‘pesona Banda Aceh’. Peserta lukis disediakan 6 jam untuk menyelesaikan lukisannya, dan dengan situasi yang berbeda CPAS didahului oleh rivalnya yang lain. Betapa tidak Ini merupakan lukisan pertamanya dengan media kanvas 1 x 1,2 meter. Dari ke 13 Perguruan tinggi di Aceh, Saya bersama dengan 2 peserta Komik strip sementara CPAS dengan 5 peserta lukis untuk memperebutkan posisi pertama Untuk mewakili Aceh menuju PEKSIMINAS di MATARAM Nusa Tenggara Barat Awal Juli 2012 kelak.

Taukah teman2 Panyoetista bahwa pengumuman pemenang dilaksanakan lansung setelah seluruh tangkai lomba selesai. Dan tahukah teman-teman bahwa pengumuman Peksimida selesai pada pukul 02.30 dini hari pada 1 Juni 2012 dengan segala persoalan yang terjadi, namun terlepas dari itu, Alhamdulillah saya memperoleh juara pertama dan lolos seleksi untuk mewakili Aceh pada PEKSIMINAS katagori Komik Strip dan CPAS berpeluang jika saja Iwan Rahmad dari UNMUHA dan Keumala Sari dari UNSYIAH tidak memperoleh nilai lebih tinggi darinya

Satu hal yang patut kita sadari tentunya bahwa dari 13 Perguruan tinggi ternyata hanya sedikit sekali yang mengikuti lomba seni rupa ini, komik strip maupun lukis. Bahkan tidak sampai 36% pun.
Jadi teman-teman Panyoetista, berbanggalah terhadap anugrah tuhan hingga kita bisa mengores rupa, karena tidak semua orang memperoleh anugrah yang sama. Tetap semangat dan terus sebar virus kebaikan dalam berkarya rupa.


Tabik
  
Ketum Panyoet
Rasnadi Nasry.